Konglomerasi Media di Indonesia

Selanjutnya pembahasan mengenai konglomerasi media nih, apasih konglomerasi? Contohnya ada gak ya? Yuk mari disimak, sosialle :))

Hary Tanoesoedibjo adalah salah seorang konglomerat pemilik sejumlah portal media di Indonesia, meliputi 3 stasiun televisi nasional, 17 stasiun televisi lokal, 22 jaringan radio, 1 surat kabar, 4 majalah, 2 tabloid, dan ada media online (Aldo, 2017).
Setelah sukses dalam dunia bisnis ekonomi, Hary masuk dalam dunia politik. Karirnya dalam bidang politik diawalinya bergabung dengan Partai Nasdem yang didirikan oleh seorang pengusaha dan mantan petinggi partai Golkar yaitu Surya Paloh. Sayangnya, pada tahun 2013 Hary secara resmi mengundurkan diri dari Partai Nasdem. Pada tahun 2014 Hary masuk dalam partai Hanura dan menjadi petinggi Partai. Selanjutnya Hary menjadi Calon Wakil Presiden bersama dengan Wiranto sebagai Calon Presiden pada pemilu 2014. Sayangnya Hary dan Wiranto tidak lolos dalam pemilu 2014 (Hary, 2017). Setelah mengundurkan diri, pada 7 Februari 2015 Hary meresmikan Partai Perindo (Persatuan Rakyat Indonesia), sebenarnya Perindo merupakan ormas (organisasi masyarakat) yang ada sejak 24 Februari 2013 ( Firdaus, 2015). Anggota dari ormas ini awalnya adalah mantan kader Nadem yang sudah tidak sepaham lagi dengan Nasdem.
Setelah gagal dalam pemilu 2014 Hary aktif mengembangkan Partai Perindo dan mempromosikan Partainya. Sebagai Partai yang dibilang masih baru, Hary Tanoesoedibjo menggunakan media miliknya sebagai saluran promosi. Mars Partainya diiklankan di dalam empat stasiun televisi miliknya yaitu MNC, Global TV, RCTI dan I-News. Mars tersebut menjadi populer akibat terlalu seringya mars itu diputar. Hal ini meresahkan para orang tua karena anak-anaknya hafal mars Perindo (Simanjuntak, 2016). Pemutaran mars Perindo pada saluran televisi milik  Hary Tanoesoedibjo sebenarnya menyalahi aturan penyiaran dalam media televisi dan telah ditegur oleh KPI (Pratomo, 2016).
Pada tanggal 4 November 2016 terjadi aksi demonstrasi atau disebut dengan “aksi damai” di Jakarta berkaitan dengan dugaan penistaan agama oleh Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Berkaitan dengan hari tersebut twitter dihebohkan oleh trending topic #2TahunPerindo (Wiratama, 2016). Bukan hanya hal itu saja, banyak parodi di Youtube yang menggunakan mars Perindo sebagai bahasan atau sekedar back song dalam video yang di-posting. Salah satu video yang populer yaitu mars Perindo dalam versi Jepang yang telah ditonton oleh 61.079 views 

 .  
Korporasi fokus mengkaji interplay antara dimensi ekonomi dan simbolik media massa. Konglomerasi media bukan hanya pada media tradisional namun merambah pada media sosial. Masyarakat menggunakan media tradisional hasil konglomerasi untuk dijadikan bahan pembicaraan dan topik dalam media sosial. Dalam kasus di atas dapat dilihat bahawa konglomerasi berdampak pada media sosial twitter.
Masyarakat mengguakan media sosial to collaborate (creating content). Setelah membuat konten netizen dapat Lin up (making friends or social network). Adanya intraksi pada media sosial juga berimbas pada pemberitaan di media konvensional. Jadi ada relasi antara media konvensional dan media sosial akibat adanya konglomerasi media.
            Adanya konglomerasi media juga berdampak pada media sosial youtube. Para youtuber berajang kreativitas dalam mengekspresikan ide dan inovasi. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya parodi video di youtube yang menggunakan mars Perindo. Bahkan efek dari media sosial dan konglmerasi merabah pada praktek budaya yang ada. Contohnya iringan pernihakan dengan menggunakan mars Perindo. Konglomerasi menyebabkan tren pada media sosial yang berimbas pada kehidupan nyata masyarakat. 

Media sosial menghasilkan keuntungan dalam bisnis. Dengan terkenalnya mars Perindo, pendiri partai Perindo yaitu Hary Tanoesoedibjo semakin terkenal, yang tentunya mempengaruhi bisnis miliknya. Selain keuntungan dalam bidang busnis, Hary mendapatkan keuntungan dalam kepentingan politiknya. Partai Perindo miliknya semakin terkenal dan populer dimasyarakat. Praktek ini adalah paraktek promosi Partai dan kampanyenya secara halus.
Konglomerasi menghasilkan beberapa isu. Pertama konten yang tersedia bukan lagi menjadi ”kebutuhan” masyarakat tapi menjadi “keinginan”. Media bukan lagi sebagai media bagi publik namun media sebagai milik perseorangan yang mempunyai kepentingannya masing-masing. Media sosial memperluas jangkauan yang dilakukan oeh konglomeasi media.
Netralisasi media sulit ditemukan dalam konglomerasi media. Bagi masyarakat yang sadar akan konglomerasi, mereka melakukan pembicaraan dalam sosial media dan membuat aksi maupun membuat petisi contohnya dalam situs Change.org.
Profesionalisme jurnalistik menjadi kurang nampak dengan adanya konglomerasi. Namun media sosial mengurangi pengaruh ini dengan terbukanya kesempatan untuk berbicara bagi masyarakat. Masyarakat diberikan tempat untuk mencari beragam informasi dari beragam perspektif. Beragam informasi ini sering menyebabkan perdebatan. Perdebatan membuka pemikiran kitis maupun protes terhadap konglomerasi dan ketidaknetralan media.


Sumber:
Aldo, R. (2017, 25 April). Hary Tanoe dan oligarki medianya. Seword.com Diakses dari https://seword.com/media/hary-tanoe-dan-oligarki-medianya/ pada 1 Juni 2017.
Firdaus, F. (2015, 8 Februari) Berita politik hari ini; Partai perindo resmi didirikan Hary Tanoe. Sidomi.com. Diakses dari http://sidomi.com/357549/partai-perindo-resmi-didirikan-hary-tanoe/ pada 1 Juni 2017.
Hary, Tanoesoedibjo. (2017). Hary Tanoesoedibjo-pengusaha multimedia tersukses di Indonesia. Maxmanroe.com. Diakses dari https://www.maxmanroe.com/hary-tanoesoedibjo-pengusaha-multimedia-tersukses-di-indonesia.html pada 1 Juni 2017.
Pratomo, Y. (2016, 21 Oktober). Iklan Perindo tidak wajar, 4 stasiun tv milik hary Tanoe ditegur KPI. Merdeka.com. Diakses dari https://www.merdeka.com/peristiwa/iklan-perindo-tidak-wajar-4-stasiun-tv-milik-hary-tanoe-ditegur-kpi.html pada  pada 1 Juni 2107.  

Comments

Popular posts from this blog

Media Komersial dan Media Komunitas

HUBUNGAN MEDIA SOSIAL DENGAN KOMUNIKASI MASSA

CONTOH MEDIA SOSIAL